Inspirasi Kahawa Wuna, Dari Kebun Kopi Lokal Muna untuk Dunia

Sultraklik.com, Muna – Perjalanan Bang Jay kali ini membawanya ke Desa Bente, Kecamatan Kabawo, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Bersama teman-temannya, Bang Jay menyusuri jejak para petani yang tak hanya menanam kopi, tetapi juga bertransformasi menjadi pebisnis kopi lokal dengan brand kebanggaan, Kahawa Wuna – Kopi Muna Bubuk.
“Saya sudah bersama dengan Ibu Rina dan Pak Amsidi. Beliau berdua banyak memberi inspirasi tentang bagaimana berkebun kopi di Kabupaten Muna. Mungkin Ibu Rina bisa menjelaskan apa yang menginspirasi sehingga mau menanam kopi?” tanya Bang Jay.
Wa Ode Rinalia kemudian bercerita. Saat berjalan-jalan di Laino untuk mencari kopi, ternyata kopi di sana sudah sulit ditemukan. Bahkan, di penggilingan kopi, sebagian besar biji kopi justru didatangkan dari Makassar.
“Jadi, pada 2019 saya mulai menanam kopi. Hingga tahun 2022, tepat di ulang tahun Kabupaten Muna, kami melaunching Kahawa Wuna. Sejak saat itu pemerintah mulai melirik, bahkan pada 2023 pemerintah daerah menginstruksikan 124 desa di Kabupaten Muna untuk menanam kopi,” ungkapnya dengan semangat.
Bagi Amsidi, menanam kopi adalah cara memanfaatkan aset yang ada sekaligus mengisi masa pensiun dengan hal bermanfaat.
“Harapannya, pengembangan kopi ke depan bisa lebih baik lagi. Namun, terus terang, kadang pemerintah hanya datang melihat, tanpa tindak lanjut. Dari 65 hektare lahan yang kami siapkan, baru 4 hektare yang ditanami kopi,” jelasnya.
Wa Ode Rinalia menambahkan, dirinya juga ingin meneruskan jejak leluhur yang dulu bertani kopi dan jagung. Kini, dari tangan mereka lahirlah brand Kahawa Wuna Kopi Muna, sebuah kebanggaan daerah dengan cita rasa khas.
“Kopi ini ditanam di tanah Muna, menggunakan pupuk alami, tanpa pupuk kimia. Jenisnya robusta, dengan rasa unik khas tanah Muna,” jelasnya penuh kebanggaan.
Tak hanya sekadar produksi, Rinalia bermimpi mengembangkan agrowisata kopi. Ia membayangkan suatu hari orang bisa menikmati kopi langsung di kebun, sekaligus membuka ruang edukasi bagi mahasiswa pertanian untuk penelitian.
“Kahawa Wuna masih kami kemas di rumah pribadi, belum punya rumah produksi. Tapi kami tetap percaya diri. Sekarang sudah dipasarkan ke Konsel, Yogyakarta, Lampung, Bengkulu, Jakarta, bahkan ada yang terbawa sampai Jepang!” katanya penuh optimisme.
Meski berkembang, perjuangan mereka penuh tantangan. Bantuan pemerintah belum maksimal, terutama untuk peralatan produksi.
“Saya bahkan sudah mengeluarkan dana pribadi hingga 100 juta untuk melengkapi peralatan. Tapi kami masih kewalahan soal tempat penjemuran kopi. Padahal, perlakuan pasca panen sangat memengaruhi cita rasa kopi,” ungkap Amsidi.
Kebutuhan utama saat ini adalah mesin pengupas kopi biji kering, sebuah sarana vital untuk mendukung produktivitas petani.
“Beberapa proposal sudah kami ajukan. Walau baru sebatas janji, kami tetap berusaha. Karena ada 18 kelompok tani perempuan yang menggantungkan hidup di sini. Kami punya tagline: Sejuta Senyuman di Kahawa Wuna. Semoga ke depan semakin baik, khususnya untuk pengembangan pertanian kopi di Kabupaten Muna,” tutup Wa Ode Rinalia dengan senyum penuh harapan.